5 Prinsip Dasar Dalam Fasilitasi

KemejingNet - 5 Prinsip Dasar Dalam Fasilitasi. Bagi mereka yang bergerak dalam bidang pemberdayaan masyarakat, istilah fasilitasi sangat sering digunakan. Sayangnya istilah ini sering digunakan dalam berbagai situasi yang berbeda dengan pengertian yang berbeda pula.

Berikut ini 5 prinsip dasar dalam fasilitasi yang sering diterapkan oleh banyak fasilitaror terutama dibidang pemberdayaan dan juga bidang lainnya. 5 prinsip berikut ini mencakup berbagai sikap yang harus dilakukan oleh seorang fasilitator.

1. PENGERTIAN FASILITASI 
Dalam  pembahasan 5 Prinsip Dasar Fasilitasi  ini, fasilitasi  diartikan sebagai “Proses mempermudah sesuatu dalam mencapai tujuan tertentu. Atau bisa juga diartikan “ Melayani dan memperlancar suatu kegiatan untuk mencapai tujuan “.Sedangkan orang yang Memepermudah, Melayani, dan memperlancar itu disebut “Fasilitator”.

2.  NILAI-NILAI DALAM MEMFASILITASI

A. Demokrasi
Nilai utama yang harus ada didalam fikiran seorang fasilitator adalah demokratis dalam melaksanakan setiap fasilitasi. Dalam hal ini fasilitator memiliki asumsi setiap orang memiliki hak dan kesempatan dan perlakuan yang sama tanpa adanya prasangka dan diskriminatif. Perencanaan yang dibuat dilakukan secara bersama dan dirancang sedemikian rupa untuk kebutuhan peserta. 

Perencanaan dan rancangan masih terbuka peluang untuk dilakukan perubahan sepanjang sesuai dengan kepentingan dan kebutuhan peserta. Dalam proses memfasilitasi interaksi antara fasilitator dengan peserta bukan struktur yang hirarkir, tetapi fasilitator merupakan bagian yang setara dengan yang lain dalam mencapai suatu tujuan.

B. Tanggungjawab
Pada prinsipnya setiap orang bertanggung jawab kewajiban peran yang dibebankan kepadanya, termasuk perilaku dan pengalaman-pengalaman hidupnya. Fasilitator memiliki peran dan kewajiban terhadap rencana yang telah disusun dan tujuan yang hendak dicapai dalam suatu pertemuan. Harapan peran tersebut hanya mungkin dapat terealisasi jika adanya komitmen yang kuat dan nilai tanggung jawab yang tinggi dalam kegiatan fasilitasi ini.

C. Kerjasama
Suatu kegiatan yang melibatkan bayang orang dalam proses pelaksanaanya, hanya mungkin dsapat terealisasi jika adanya kerjasama yang solid diantara sesama pelaku kegitan tersebut. Ini berarti nilai kerja sama berperan utama dalam suatu proses fasilitasi.

D. Kejujuran  
Fasilitator harus memiliki nilai-nilai kejujuran dalam dirinya  termasuk atas fikiran, perasaan, keprihatinan dan prioritas dalam mencapai tujuuan. Artinya fasilitator harus jujur terhadap peserta dan terhadap dirinya sendiri, terutama yang menyangkut kemampuan dan kelemahan yang dia miliki. Fasilitator harus mewakili dirinya sendiri secara adil dan tidak berusaha berbuat terlalu jauh diluar batas kemampuannya.

E. Kesamaan Derajat  
Setiap orang pada dasarnya memiliki potensi diri yang mungkin dapat disumbangkan kepada orang lain untuk itu setiap peserta harus diberikan kesempatan yang adil tanpa harus mempertimbangkan status yang dimilikinya. Fasilitator harus menyadari bahwa dirinya dapat saja belajar dari peserta sebagaimana peserta dapat belajar dari pengetahuan, ketrampilan dan pengalaman yang dimilikinya.

3.  SIKAP FASILITATOR
Sikap fasilitator sangat berpengaruh besar bagi peserta daripada tujuan, dan tehnik fasilitasi itu sendiri. Sikap mental dan sikap tubuh saling mempengaruhi. Sikap mental seseorang tercermin dari pada sikap tubuhnya. Orang yang sikap mentalnya sombong biasanya kelihatan dari sikap dan gerak tubuhnya. Seseorang fasilitator harus memiliki sejumlah sikap mental dan sikap tubuh yang dianggap ideal dalam suatu proses fasilitasi.

4.  SIKAP MENTAL

A. Empati
Suatu sikap membiarkan diri sendiri mengalami atau menyatu dalam pengalaman peserta, merenungkan makna dari pengalaman itu sambil menekan penilaian sendiri. Bersikap manusiawi tidak bereaksi hanya berdasarkan apa yang dilihat atau memahami masalah peserta, hanya dengan logika dan intelektual belaka.

B. Kewajaran
Bersikap jujur, apa adanya, terus terang, konsiten, mengungkapkan perasaan secara kongkrit dan merespon secara tulus.

C. Respek  
Memiliki pandangan positif terhadap peserta, komunikan kehangatan, perhatian, pengertian, menghargai orang lain dengan penghargaan penuh, menghargai perasaan, pengalaman dan kemampuan orang lain.

D. Komitmen  
Menghadirkan diri secara penuh, siap bersama kelompok dampingan dalam segala keadaan.

E. Menghargai Orang Lain  
Mengakui adanya orang lain, tidak menonjolkan diri, memberikan kesempatan pada orang lain untuk mengungkapkan dirinya, bergaul dengan mereka, menunjukkan kepada mereka bahwa kita sadar akan kehadirannya, mengakui setiap peserta adalah makhluk yang bebas yang memiliki hak dan tanggung jawab masing-masing.

F. Membuka Diri  
Keterbukaan mempunyai 2 segi (1). Menerima keterbukaan orang laian tanpa menilai dengan ukuran, konsep dan pengalaman kita sendiri, setiap saat bersedia merubah konsep  dan pendapat sendiri dan tidak bersikap ngotot (2). Secara aktifmengungkapkan diri kepada orang lain, mengenalkan diri pada kelompok, apa yang kita rasakan, apa harapan kita, bagaimana pandangan kita, suka dan duka kita, mau mengambil resiko kalau terjadi kekeliruan.

G. Tidak Menggurui  
Sikap menggurui dapat dirasakan kelompok dampinagan sebagai meremehkan. Ucapan seperti, Anda salah, mestinya begini, membuat orang merasa diserang. Didalam hati ia dapat berkata, bahkan yang agresif dapat saja mengucapkan secara terbuka. “Itukan kata anda, tetapi saya seribu kali melakukan itu dengan hasil yang baik.” Lebih bijaksana untuk mengatakan “memang anda melakukan begitu, tetapi baik kita pikirkan kemungkinan melakukan dengan cara lain, yakni... sebab nada ucapan terakhir itu bukan mempersalahkan, tetapi membuka alternative, bukan menggurui tapi menawarkan cara lain.

H. Tidak Menjadi Ahli  
Maksudnya tidak terpancing untuk menjawab setiap pertanyaan, tekesan kita ahli dalam segala bidang. Peserta sebenarnya akan senang kalau fasilitator sekali-sekali tidak langsung menjawab pertanyaan, melainkan melontarkan kepada peserta, apakah diantara kita ada yang bisa menjawab pertanyaan kawan kita,? Silahkan. Kalau ada yang bisa menjawab dia akan merasa puas, karena dihargai. Kalau tidak ada, setelah sejenak mendapatkan kesempatan berfikir, fasilitator dapat memberikan jawaban. Bahkan sama sekali tidak merendahkan gengsi fasilitator.

I. Tidak Memutus Bicara  
Pada saat peserta bertanya, atau mengemukakan pandangannya, pembimbing tidak memutus hanya karena ia tidak sabar. Apabila memang penanya bertele-tele, atau berbicara mengemukakan sesuatu yang tidak relevan, dan peserta lain mulai nampak gelisah, maka fasilitator dapat membantu dengan mengatakan “Teman-teman sudah ingin mengetahui inti pertanyaan anda, “atau” apa yang anda kemukakan memang baik, tapi mungkin bisa kita bicarakan pada kesempatan lain, karena itu tidak berhubungan dengan apa yang kita bahas”.

J. Tidak Berdebat
Apabila pertanyaan peserta telah terjawab, dan penannya menyanggah kembali, maka bahaya terlibat dalam debat mulai terbuka. Bijaksana untuk pembimbing untuk mengalihkannya menjadi diskusi umum dengan melontarkannya pada seluruh peserta. Bertanya jawab dengan satu peserta saja didepan sekian banyak peserta dapat menimbulkan kebosanan dan kejengkelan.

K. Tidak Diskriminatif  
Peserta biasanya heterogen, dalam jenis kelamin, dalam usia, dalam dasar pendidikan, dalam latar belakang kebudayaan, dalam agama, dalam pengalaman, dalam kecerdasan. Ada pula yang aktif dan dinamis, agresif, ada pula yang pendiam dan lamban. Diantara peserta wanita ada pula yang menonjol cantiknya, adapula yang trmasuk jelek. Baik kalau fasilitator berusaha untuk memberikan pelatihan kepada semua pserta secara merata, bukan hanya kepada satu dua peserta yang secara pribadi disukainya.

5.  SIKAP FISIK

A. Variasi
Bagi peserta dewasa tidak mudah memusatkan perhatian pada suatu kegitan yang monoto. Fasilitator yang duduk terus menerus atau berdiri di satu titik saja cepat membuyarkan konsentrasi peserta. Duduk terus apalagi di belakang meja, mengurangi rasa akrab dengan peserta. Sebaiknya fasilitator duduk, berdiri, dan berjalan silih berganti.

B. Pandangan
Tiada hal yang membosankan daripada memusatkan perhatian pada “penceramah” yang membaca catatan tanpa pernah atau jarang memandang para peserta. Periharalah kontak pandangan dengan para peserta. Hindari memandang peserta tertentu terus menerus, apalagi yang mempunyai kelebihan dalam kedudukan atau fisik. Pandangan yang menyapu dari ujung ke ujung lain, menyinggahi sebayak mungkin peserta adalah yang terbaik, fasilitator sendiri dapat menangkap umpan balik berupa komunikasi non verbal seperti anggukan, kerut dahi, cibir bibir, dan sebagainya. Hindari memandang lagit-langit ruangan atu titik dinding melampaui kepala peserta, secara terus menerus.

C. Tangan
Sama hal dengan seorang aktor film yang baru belajar, fasilitator baru juga suka tidak tau mesti berbuat apa dengan tangannya. Akan nampak sebagai tanda kegelisahan kalu pembimbing meremas-remas kpur, tangan tak henti-hentinya membetulkan kaca mata atau kemeja. Tolak pinggang dan tangan dalam saku celana ditafsirkan sebagai keangkuhan dn kesombongan.

D. Langkah
Melangkah mundur maju, kekiri dan kekanan tanpa perlu memberi kesan ketegangan, melangkahlah dengan cara yang meyakinkan pada suatu titik, kalu perlu tanpa mengesankan keraguan.

E. Senyum
Modal yang paling berharga bagi seorang fasilitator adalah senyumnya. Bukan senyum dibuat-buat, tapi senyum yang terpancar dari jiwa keramahan dan keakraban dengan peserta. Wajah yang bengis mungkin menimbulkan rasa takut.

F. Pakaian
Perlu diperhatikan juga masalah pakaian yang dikenakan fasilitator. Biasanya peserta senang melihat fasilitator mengenakan pakaian yang tidak jauh berbeda dengan peserta, sehingga bisa cukup akrab untuk memotivasi keterbukaan, kerapian sangat dihargai, kemewahan tidak perlu, malah dihindari dalam lingkungan yang miskin.

Itulah sedikit banyak tentang  5 Prinsip Dasar Fasilitasi, semoga bermanfaat.

Ada pertanyaan? Diskusikan dengan penulis atau pengguna lain
Tautan disalin ke papan klip!