Mitos Jawa Memepercepat Pohon Agar Berbuah
Diupdate
oleh
Mr. G
--
Alkisah pada jaman dahulu kala di tanah Jawa ada sebuah cerita tentang peristiwa gerhana bulan. Cerita ini akhirnya menjadi sebuah mitos yang sampai sekarangpun masih ada yang menggunakan tradisi tersebut. Dalam mitos tersebut dikisahkan bahwa terjadinya gerhana bulan disebabkan karena adanya seorang raksasa yang berusaha menelan bulan yang ditandai dengan terlihatnya fenomena bentuk korona bulan yang tidak utuh seperti tercaplok dalam cengkeraman mulut raksasa. Untuk itu warga desa perlu untuk menggurungkan niat raksasa tersebut dengan cara menabuh kentongan bertalu-talu untuk menghalau agar sang bulan segera dilepaskan oleh sang raksasa sehingga bumi menjadi terang kembali.
Ada hal yang menarik dalam tradisi ini, selain membunyikan kentongan merekapun beramai-ramai mencari pohon-pohon tanamannya terutama yang lama tak kunjung berbuah untuk dibangunkan dari tidurnya dengan cara memukul-mukul pangkal batangnya. Dengan demikian maka si pohon akan dapat ikut menyaksikan peristiwa itu, dan sebagai rasa terima kasih terhadap tuannya yang membangunkannya maka si pohon pun akan segera berbuah.
Dalam kisah mitos diatas bila dipandang sekilas utamanya bila dihubungkan dengan gejala alam dalam ilmu Falak memang tidaklah ketemu nalar. Namun dibalik itu apabila dicermati ternyata terdapat sebuah nasehat terselubung pada masyarakat yang pada waktu itu kebanyakan hidup secara agraris dan suatu kiat agar selalu tersedia bahan pangan yang berkesinambungan dari sawah dan tegalannya.
Adapun substansi pada kiat tersebut pada hakekatnya adalah memacu tanaman yang dalam hal ini adalah pohon yang sudah berumur fisiologis berbuah atau pohon yang lama tak kunjung menghasilkan akan segera berbuah. Dan cara inipun bila dihubungkan dengan teknik pertanian ternyata ada juga benarnya.
Sebagaimana diketahui dalam batang tanaman terdapat 2 macam berkas pembuluh pengangkutan yang fungsinya mungkin mirip dengan pembuluh darah yakni pembuluh darah tapis (pholem) dan pembuluh kayu (xylem). Pembuluh tapis letaknya dalam kulit dan berfungsi untuk mengangkut hasil asimilasi dari daun untuk didistribusikan ke seluruh sel tanaman kebawah,. sedangkan berkas pembuluh kayu letaknya pada bagian kayu yang berfungsi untuk mengangkut air dan zat-zat terlarut dari akar keatas. Dengan demikian maka kiranya nenek moyang kita pada jaman dahulu walaupun hanya dengan menggunakan nalurinya tetapi ternyata cukup cerdas juga menyiasati filosofi tanaman.
Faktanya dengan memukul-mukul batang pohon bagian bawah maka kulit batang akan terluka sehingga berkas pembuluh tapis (pholem) yang ada di dalamnyapun menjadi terputus. Dengan terputusnya pembuluh tapis ini maka proses pengangkutan hasil asimilasi berupa glukosa sebagai pembentuk bermacam-macam karbohidrat seperti, gula, pati dan senyawa organik lain seperti protein, lemak dan lain-lain menjadi tidak bisa sampai ke bawah. Hasil-hasil asimilasi ini sebetulnya dapat didistribusikan merata keseluruh sel dan akan menjadi terakumulasi pada sel-sel tersebut yang oleh tanaman digunakan untuk memacu tumbuhnya pembungaan yang nantinya akan menjadi buah yang digunakan untuk menyimpannya sebagi cadangan makanan.
Hal serupa masih sering terjadi dan bisa dijumpai di daerah pedesaan yakni ada sementara petani yang mungkin berdasarkan mitos atau tradisi tertentu mereka melakukannya dengan membungkus batang pohon buahnya menggunakan tikar usang yang diikat dengan kawat ataupun dipaku dan sebagainya. Kiat itupun pada hakekatnya sama seperti hal yang sudah disebutkan diatas yaitu mengganggu aktivitas pembuluh tapis (pholem) agar pohon cepat berbuah.
Pada bulan Januari-Februari berdasarkan hitungan pranoto-mongso kejawen adalah tiba mongso kepitu. pada mongso ini oleh para petani masih dipercayai dan dianggap tabu untuk melakukan penanaman, karena banyaknya cacing yang keluar dari sarangnya.
Secara logika dalam hal ini memang dapat dimaklumi karena ketika mongso ini tiba biasanya antara hujan deras dan terik panas saling bergantian dan itu menjadikan buruknya aerasi tanah akibat tingginya kelembaban dan suhu di dalam tanah. Dalam hal ini proses pernafasan akar tanaman baru untuk menghasilkan energi yang digunakan menyerap hara disekitarnya menjadi tidak optimal, sehingga tanaman baru akan terhambat pertumbuhannya (tidak cepat bangun)
Itulah mitos-mitos kejawen didalam hal tumbuhan. Percaya nggak percaya tentang mitos-mitos tersebut, tergantung kita yang menyikapi dari sudut mana kita memandangnya. Sekian, semoga bermanfaat.
Ada hal yang menarik dalam tradisi ini, selain membunyikan kentongan merekapun beramai-ramai mencari pohon-pohon tanamannya terutama yang lama tak kunjung berbuah untuk dibangunkan dari tidurnya dengan cara memukul-mukul pangkal batangnya. Dengan demikian maka si pohon akan dapat ikut menyaksikan peristiwa itu, dan sebagai rasa terima kasih terhadap tuannya yang membangunkannya maka si pohon pun akan segera berbuah.
Dalam kisah mitos diatas bila dipandang sekilas utamanya bila dihubungkan dengan gejala alam dalam ilmu Falak memang tidaklah ketemu nalar. Namun dibalik itu apabila dicermati ternyata terdapat sebuah nasehat terselubung pada masyarakat yang pada waktu itu kebanyakan hidup secara agraris dan suatu kiat agar selalu tersedia bahan pangan yang berkesinambungan dari sawah dan tegalannya.
Adapun substansi pada kiat tersebut pada hakekatnya adalah memacu tanaman yang dalam hal ini adalah pohon yang sudah berumur fisiologis berbuah atau pohon yang lama tak kunjung menghasilkan akan segera berbuah. Dan cara inipun bila dihubungkan dengan teknik pertanian ternyata ada juga benarnya.
Sebagaimana diketahui dalam batang tanaman terdapat 2 macam berkas pembuluh pengangkutan yang fungsinya mungkin mirip dengan pembuluh darah yakni pembuluh darah tapis (pholem) dan pembuluh kayu (xylem). Pembuluh tapis letaknya dalam kulit dan berfungsi untuk mengangkut hasil asimilasi dari daun untuk didistribusikan ke seluruh sel tanaman kebawah,. sedangkan berkas pembuluh kayu letaknya pada bagian kayu yang berfungsi untuk mengangkut air dan zat-zat terlarut dari akar keatas. Dengan demikian maka kiranya nenek moyang kita pada jaman dahulu walaupun hanya dengan menggunakan nalurinya tetapi ternyata cukup cerdas juga menyiasati filosofi tanaman.
Faktanya dengan memukul-mukul batang pohon bagian bawah maka kulit batang akan terluka sehingga berkas pembuluh tapis (pholem) yang ada di dalamnyapun menjadi terputus. Dengan terputusnya pembuluh tapis ini maka proses pengangkutan hasil asimilasi berupa glukosa sebagai pembentuk bermacam-macam karbohidrat seperti, gula, pati dan senyawa organik lain seperti protein, lemak dan lain-lain menjadi tidak bisa sampai ke bawah. Hasil-hasil asimilasi ini sebetulnya dapat didistribusikan merata keseluruh sel dan akan menjadi terakumulasi pada sel-sel tersebut yang oleh tanaman digunakan untuk memacu tumbuhnya pembungaan yang nantinya akan menjadi buah yang digunakan untuk menyimpannya sebagi cadangan makanan.
Hal serupa masih sering terjadi dan bisa dijumpai di daerah pedesaan yakni ada sementara petani yang mungkin berdasarkan mitos atau tradisi tertentu mereka melakukannya dengan membungkus batang pohon buahnya menggunakan tikar usang yang diikat dengan kawat ataupun dipaku dan sebagainya. Kiat itupun pada hakekatnya sama seperti hal yang sudah disebutkan diatas yaitu mengganggu aktivitas pembuluh tapis (pholem) agar pohon cepat berbuah.
Pada bulan Januari-Februari berdasarkan hitungan pranoto-mongso kejawen adalah tiba mongso kepitu. pada mongso ini oleh para petani masih dipercayai dan dianggap tabu untuk melakukan penanaman, karena banyaknya cacing yang keluar dari sarangnya.
Secara logika dalam hal ini memang dapat dimaklumi karena ketika mongso ini tiba biasanya antara hujan deras dan terik panas saling bergantian dan itu menjadikan buruknya aerasi tanah akibat tingginya kelembaban dan suhu di dalam tanah. Dalam hal ini proses pernafasan akar tanaman baru untuk menghasilkan energi yang digunakan menyerap hara disekitarnya menjadi tidak optimal, sehingga tanaman baru akan terhambat pertumbuhannya (tidak cepat bangun)
Itulah mitos-mitos kejawen didalam hal tumbuhan. Percaya nggak percaya tentang mitos-mitos tersebut, tergantung kita yang menyikapi dari sudut mana kita memandangnya. Sekian, semoga bermanfaat.
Ada pertanyaan?
Diskusikan dengan penulis atau pengguna lain